Rabu, 06 Desember 2023

Harga Batu Bara Terbang Nyaris 6%, Tembus Level US$ 140

 Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

PT. Equityworld Futures Manado - Harga batu bara terbang menembus level psikologis US$ 140. Koreksi ini terjadi, seiring komitmen dunia yang mulai mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang malah mengakibatkan kekurangan rantai pasokan komoditas energi. Selain itu, permintaan komoditas energi menjelaskan musim dingin turut membuat lonjakan harga batu bara.

Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari ditutup di posisi US$ 142 per ton atau melesat 5,58% pada perdagangan Rabu (6/12/2023). Lompatan harga batu bara ini merupakan yang terbesar ke-7 sepanjang tahun ini.

Kenaikan besar secara persentase ini mematah sentimen negatif batu bara dan ketakutan akan level harga yang semakin menyusut. Dengan ini, harga batu bara berpotensi kembali memasuki fase tren penguatan.

Penguatan harga terjadi seiring pasokan energi yang semakin tipis akibat beralihnya ke energi baru terbarukan (EBT) untuk mencapai dunia bebas emisi. Pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batu bara di Eropa terus mengalami penurunan pada November dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy).

Tidak hanya itu, tahun ini diperkirakan turut akan menjadi tahun produksi gas terendah sejak 2018, sementara produksi batu bara bisa menjadi rekor terendah dalam beberapa waktu terakhir, data sistem menunjukkan.

Penurunan tingkat produksi terjadi pada tahun lalu yang dapat mengancam permasalahan persediaan. Pembangkit listrik berbahan bakar gas di lima pasar listrik terbesar di Eropa pada November turun 19% (yoy), sementara batu bara anjlok 31%.

Baca juga :  Harga Emas Mulai Bangkit Setelah Ambruk 2% Lebih

Biaya pembangkitan berbahan bakar gas untuk bulan Desember dipatok tepat di bawah batu bara (35%) yaitu sebesar Eur107,86/MWh pada tanggal 30 November, namun di atas batu bara untuk kuartal-I 2024, menurut penilaian Platts untuk S&P Global Commodity Insights .

Harga gas Eropa yang mendapat patokan lebih murah dibanding batu bara disinyalir dapat mendorong pergerakan harga sementara. Namun, seiring adanya kebijakan pematokan akan dikembalikan dapat mendorong minat untuk memastikan posisi kepemilikan batu bara.

Selain itu, faktor utama kenaikan harga batu bara diperkirakan akibat kekhawatiran akan musim dingin Eropa mendatang. "Saya pikir cuaca dan gas tetap menjadi hal utama yang harus diwaspadai untuk batubara," kata seorang pedagang di sebuah perusahaan energi Eropa yang dikutip dari Montel News.

Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kekhawatiran lonjakan kebutuhan batu bara untuk opsi sumber energi pembangkit listrik untuk penghangat ruangan. Hal ini tidak menutup kemungkinan Eropa kembali intensif menggunakan pembangkit batu baranya kembali yang mulai dikurangi sebagai langkah menuju bebas emisi.

Musim dingin belahan bumi bagian utara erat kaitannya dengan kenaikan harga batu bara, seperti yang telah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Sebagai informasi, penghangat relatif mengkonsumsi listrik yang lebih besar dibanding pendingin ruangan. 

 

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar