Foto: dok PT Pertamina Hulu Energi
PT. Equityworld Futures Manado - Harga minyak mentah dunia di tutup melemah pada penutupan perdagangan Jumat (29/9/2023) karena aksi taking profit yang berlanjut.
Harga minyak mentah WTI di tutup melemah 1% di posisi US$90,79 per barel, sedangkan harga minyak mentah brent di tutup turun 0,07% ke posisi US$95,31 per barel.
Namun sepanjang September 2023 harga minyak mentah WTI berhasil melonjak 8,56%, dan harga minyak mentah brent naik 9,73%.
Dengan harga minyak berjangka mendekati US$100 per barel, banyak investor mengambil keuntungan dari reli tersebut mengingat kekhawatiran makroekonomi yang sedang berlangsung.
Jumlah rig minyak dan gas AS, yang merupakan indikator awal produksi di masa depan, turun tujuh menjadi 623 dalam minggu yang berakhir 29 September, terendah sejak Februari 2022, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes BKR.O dalam laporan pada hari Jumat.
Meskipun jumlah total rig turun sebanyak 51 rig pada kuartal ketiga, pengurangan tersebut melambat dibandingkan dengan pengurangan sebanyak 81 rig pada kuartal kedua karena harga minyak telah kembali pulih akibat pengetatan pasokan.
Baca Juga : Harga emas sudah jatuh 4%, pernah seburuk ini?
Pertemuan panel tingkat menteri OPEC+ akan berlangsung pada 4 Oktober dan ada kemungkinan besar pengurangan pasokan sukarela oleh Aramco.
Pengurangan pasokan yang diumumkan oleh Arab Saudi dan Rusia diperkirakan akan mendominasi harga minyak untuk sisa tahun ini.
Harga minyak yang digembar-gemborkan sebesar US$100 per barel tampaknya berlebihan, mengingat sifat buatan dari kekurangan pasokan dalam sistem, dan lingkungan makro yang rapuh.
Beberapa analis memperkirakan peningkatan produksi melalui minyak serpih AS akan membantu mengimbangi pengurangan pasokan OPEC+, meskipun hanya sedikit. Meningkatnya output dari Iran dan Venezuela juga terlihat membantu.
Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan pasar akan tetap mengalami defisit hingga tahun 2023, dengan permintaan minyak diperkirakan meningkat sebesar 1 juta barel per hari pada tahun 2024.
Namun, kurangnya pengurangan produksi pada awal tahun depan dapat menggeser keseimbangan menjadi surplus.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Sumber : cnbcindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar