PT. Equityworld Futures Manado - Ketegangan geopolitik antara Palestina dan Israel makin mencekam, perang antara kelompok Hamas dengan pasukan Israel tersebut telah menjatuhkan ribuan korban di Jalur Gaza dan wilayah Israel dengan banyaknya rudal-rudal yang berjatuhan dari langit.
Update CNBC Indonesia hingga Rabu (11/10/2023), setidaknya ada 2.700 orang tewas dalam perang Hamas dan Israel. Dari sisi Israel misalnya, sebanyak 1.200 warga tewas dengan lebih dari 2.700 terluka sejak dimulainya konflik Israel-Hamas.
Sementara itu, dari sisi warga Palestina, sekitar 900 orang tewas di Jalur Gaza dan 19 orang lainnya tewas di Tepi Barat. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat mengingat serangan kedua belah pihak masih terjadi.
Eskalasi perang yang terus memanas tersebut tak hanya membuat ketegangan antara dua negara tersebut, tetapi juga di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Dampak paling terlihat adalah masalah pasokan yang kemungkinan besar akan mencuat lagi, padahal masalah ini sudah mulai mereda sejalan dengan perang Rusia-Ukraina mulai mendingin.
Masalah pasokan mulai terlihat pasca Israel menghentikan pasokan listrik, bahan bakar, air, dan makanan ke Jalur Gaza pada Senin lalu. Akibatnya, pembangkit listrik yang beroperasi di wilayah tersebut potensi bakal segera kehabisan bahan bakar.
Mengutip dari Reuters, Ketua Otoritas Energi Palestina Thafer Melhem yang berbicara pada Rabu pagi kepada penyiar radio Voice of Palestine pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang hingga 140 megawatt (MW) tersebut potensi bisa kehabisan energi kurang lebih 10 -12 jam mendatang,
Supply energi yang menipis sementara permintaan terus meningkat karena perang akan menyebabkan masalah rantai pasokan secara global. Efek paling cepat biasanya akan direspon harga minyak mentah yang potensi menguat lagi.
Hingga perdagangan Kamis (12/10/2023), hanya minyak WTI berada di US$ 82,80 per barel, sementara minyak Brent di posisi US$ 85,28 per barel. Posisi tersebut sebenarnya sudah turun lebih dari 5% secara mingguan akibat persediaan minyak mentah AS meningkat 12,94 juta barel pada minggu lalu, melebihi perkiraan yang proyeksi meningkat 1,3 juta baret dan membalikan penurunan pasokan 4,21 juta barel pada minggu sebelumnya,
Kendati demikian, menurut data resmi Energy Information Administration (EIA) secara persentase pasokan minyak turun hampir 3% pada pengumuman yang dirilis Rabu malam (11/10/2023). Posisi pasokan yang sudah ketat ini perlu diwaspadai di tengah meningkatnya risiko geopolitik yang terjadi di Timur Tengah.
Baca Juga : Aneh! Harga Emas Melonjak Hampir 1% di Tengah Was-Was Inflasi
Pada intinya, meski harga minyak sudah cenderung turun dari peaknya di level US$ 90 per barel pada akhir bulan lalu, tetapi masih ada risiko terjadi kenaikan harga lagi. Negara-negara yang net impor minyak biasanya akan dirugikan karena harus membayar ongkos jadi lebih mahal, apalagi posisi nilai tukar dolar AS yang makin perkasa, membuat harga komoditas energi terlihat mahal.
Kendati demikian, menilai dari sisi pemasok terutama perusahaan yang bergerak di bidang energi akan cenderung diuntungkan karena bisa menjual di harga lebih tinggi, ditambah dapat untung dari selisih kurs. Lantas kalau di Indonesia ada perusahaan apa saja yang bakal diuntungkan?
Menelisik lebih dalam terkait perusahaan yang berada di sektor energi, memang kebanyakan akan diuntungkan dari adanya kondisi perang yang semakin memanas, sama halnya ketika terjadi commodity boom pada 2021 - 2022 lalu akibat perang Rusia - Ukraina.
Namun, pada tahun ini ada sedikit perbedaan dimana 2023 sudah menjadi setahun penuh dunia tidak lagi mengalami risiko Covid-19 yang signifikan dan tren energi terbarukan semakin masif. Oleh karena itu, sepertinya ada shifting untuk beberapa emiten energi yang potensi sahamnya lebih dilirik dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT), tetapi tak menutup kemungkinan emiten batubara masih akan menarik karena dari segi harga lebih murah dan supply masih dominan.
Beberapa perusahaan energi Tanah Air yang potensi mendapat keuntungan dari kondisi saat ini antara lain dari sektor migas yakni PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
Untuk MEDC dan PGAS potensi diuntungkan dari kenaikan harga komoditas dan gas, sementara AKRA akan lebih diuntungkan dari peningkatan demand sejalan dengan bisnisnya sebagai distributor minyak bumi.
Emiten lain yang juga akan diuntungkan adalah yang terkait energi ramah lingkungan, seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dll. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kenaikan sahamnya sudah terlalu masif selama beberapa bulan ini sehingga perlu diantisipasi adanya risiko sudah mulai rawan koreksi.
Selain itu, tak menutup kemungkinan emiten batubara juga akan diuntungkan terutama yang penjualannya paling banyak ekspor seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Harum Energy Tbk (HRUM), dll potensi kembali diuntungkan karena permintaan masih akan meningkat walau harga batubara tak se-atraktif tahun lalu.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar