Dalam dua hari terakhir, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini terjadi akibat faktor dalam negeri maupun luar negeri khususnya AS.
Merujuk dari Refinitiv, rupiah berada di angka 15.685/US$ atau menguat 0,03% terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (12/10/2023). Posisi ini melanjutkan tren apresiasi pada Rabu (11/10/2023) yang juga menguat 0,25%.
Kondisi Fundamental Indonesia yang Baik
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan terjadinya kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2023 tercatat sebesar 5,17% (year on year/yoy), meningkat dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi didukung oleh peningkatan permintaan domestik. Konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi sebesar 5,23% (yoy). Konsumsi Pemerintah tumbuh tinggi sebesar 10,62% (yoy), terutama didorong oleh belanja pegawai Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pertumbuhan investasi secara keseluruhan meningkat menjadi 4,63% (yoy), didorong terutama oleh perbaikan investasi non-bangunan yang tecermin dari membaiknya pertumbuhan impor barang modal.
Selain itu, inflasi Indonesia juga tetap terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1% untuk tahun 2023. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi September 2023 tercatat sebesar 0,19% (mtm), sehingga secara tahunan menjadi 2,28% (yoy), lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,27% (yoy).
Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan DHE
Devisa Hasil Ekspor (DHE) terus digencarkan dan diperhatikan untuk memperkuat industri jasa keuangan dan pada akhirnya memberikan efek domino terhadap perekonomian Indonesia.
Kewajiban korporat memarkir dolar hasil ekspor akan meningkatkan likuiditas valuta asing (valas) industri perbankan dan mendorong segala aktivitas produk berbasis valas.
Sebagai informasi, bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatat pertumbuhan penghimpunan Devisa Hasil Ekspor (DHE) sebesar 66% pada Agustus 2023 dibandingkan dengan Juni 2023. Seperti diketahui, BNI merupakan salah satu bank yang ditunjuk sebagai penampung Term Deposit Valas Devisa Hasil Ekspor.
"Pada tahap awal ini, kami melihat minat dari para eksportir untuk menggunakan produk perbankan dalam negeri seperti penjaminan hingga cash collateral credit semakin baik sehingga ke depannya akan menjadi layanan yang dapat kami perkuat," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam keterangan tertulis, Senin (9/10/2023).
Baca Juga : Kalau Gak Ada Perang, Harga Emas Pasti Ambruk Karena AS
Kebijakan DHE sektor Sumber Daya Alam (SDA) pada dasarnya sudah cukup baik namun perlu diperluas contohnya ke sektor manufaktur yang kinerja ekspornya tinggi agar lebih optimal dan tidak kembali lari ke luar negeri seperti Singapura.
Sementara Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga terus memberikan dampak positif bagi rupiah khususnya dalam mendatangkan arus dana asing ke Indonesia.
"SRBI saat ini sudah mencatatkan progres positif tetapi masih belum cukup untuk meredam dampak tertekannya nilai tukar, yang disebabkan karena masih minimnya minat investor asing untuk instrument tersebut. Dibutuhkan intervensi lebih kuat untuk menarik modal asing masuk kembali ke Indonesia," tegas Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia Banjaran Surya Indrastomo, dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Senin (9/10/2023).
Berdasarkan data transaksi 18 - 21 September 2023, beli neto Rp1,32 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Sementara data transaksi 25 - 27 September 2023, beli neto Rp2,16 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Lebih lanjut, data transaksi 2 - 5 Oktober 2023, beli neto Rp0,40 triliun di SRBI. Artinya dalam tiga minggu terakhir, beli neto SRBI sebesar Rp3,88 triliun.
Indeks Dolar AS (DXY)
Pelemahan DXY terjadi sejak 4 Oktober 2023 hingga 11 Oktober 2023 dan hanya pada tanggal 9 Oktober yang mengalami penguatan tipis 0,04%.
Suku Bunga AS
Saat ini suku bunga AS tercatat di posisi 5,25-5,50% atau hanya selisih 25 basis poin (bps) dengan Indonesia. Bank sentral AS (The Fed) pun dinilai masih bersikap hawkish untuk mengatasi inflasi yang kian mengalami kenaikan belakangan ini. Apalagi harga komoditas khususnya minyak dunia terus melonjak yang membuat inflasi semakin sulit mencapai target The Fed yakni 2%.
Kendati demikian, risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) atau FOMC Minutes yang berlangsung pada Kamis dini hari (12/10/2023) menunjukkan sebagian melihat tidak perlu ada kenaikan suku bunga ke depannya.
The Fed mengatakan mereka akan hati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga berdasarkan indikator ekonomi terbaru.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar