Equityworld Futures - Menteri Agama yang baru dilantik mempersoalkan pegawai negeri yang memakai cadar dan celana cingkrang. Apa masalahnya? Keduanya diidentifikasi sebagai tanda-tanda radikalisme. Apa iya?

Radikalisme
itu sebenarnya apa? Sayangnya hal itu tidak terlebih dahulu dibahas,
didefinisikan dengan detail dan benar. Tanpa kejelasan definisi
radikalisme, lalu tiba-tiba bicara soal cadar dan cingkrang, Menteri
Agama hanya membuat kegaduhan tanpa menyentuh substansi persoalan.

Apa
itu radikalisme? Dalam sebuah diskusi saya pernah ditanya soal definisi
radikalisme, dan tidak mudah untuk menetapkan batasannya. Saya membuat
definisi radikalisme sebagai cara beragama, atau pandangan dalam agama,
yang menganggap umat lain sebagai musuh. Ini pun ada tingkatannya lagi.
Ada yang sekadar menganggap musuh, lalu cenderung menghindar, tidak mau
bergaul, tapi tidak berniat menyakiti. Yang lebih radikal adalah yang
menganggap penganut agama lain sebagai umat yang harus disingkirkan,
boleh disakiti, bahkan boleh dibunuh.

Radikal jenis pertama, yang menganggap umat lain sebagai musuh, sangat
banyak jumlahnya di kalangan umat Islam. Khususnya kepada umat Kristen
dan Yahudi. Penganut kedua agama tersebut dianggap musuh abadi, karena
keduanya diyakini selalu mencari cara untuk mengobarkan permusuhan
kepada umat Islam. Penolakan terhadap pembangunan gereja, juga gangguan
terhadap ibadah umat Kristen yang cukup banyak kasusnya, dipicu oleh
kepercayaan bahwa umat Kristen akan selalu mengganggu umat Islam, di
antaranya dengan kegiatan kristenisasi atau pemurtadan.

Radikal
jenis kedua lebih sedikit jumlahnya. Tapi ada dan nyata bisa kita
rasakan wujudnya. Hanya saja, kebanyakan hanya hadir dalam bentuk
perasaan benci. Hanya sedikit, sangat sedikit dari jenis ini yang
benar-benar mau mewujudkan kebenciannya dalam tindakan nyata. Kelompok
yang terakhir ini yang kemudian menjelma menjadi teroris.

Lalu
siapa pemakai cadar dan cingkrang? Pada dasarnya mereka adalah
orang-orang yang yakin bahwa apapun yang dilakukan Nabi dalam hidupnya
adalah teladan (sunah) yang harus diikuti. Orang memakai celana
cingkrang karena yakin bahwa Nabi tidak menyukai pakaian yang menutup
mata kaki. Ada hadis yang membahas soal itu.

Yang memakai cadar
meyakini bahwa muka adalah aurat perempuan. Waktu Nabi berbicara pada
Asma binti Abu Bakar, untuk memberi panduan tentang bagaimana seharusnya
perempuan berpakaian, beliau berkata, "Sesungguhnya seorang perempuan
itu, jika telah balig (mengalami haid), tidak pantas untuk ditampakkan
dari tubuhnya kecuali ini dan ini." Perkataan itu diucapkan sambil
menunjuk muka dan telapak tangan. Berdasarkan hal itu ulama umumnya
berpandangan bahwa aurat perempuan itu adalah seluruh tubuh, kecuali
muka dan telapak tangan. Tapi ada sebagian yang memaknainya berbeda.
Yang ditunjuk itu adalah mata dan telapak tangan. Dengan alasan itu
mereka berpandangan bahwa muka perempuan harus ditutup, yang boleh
dibuka hanyalah mata.

Apa hubungan keduanya dengan permusuhan
kepada umat lain? Ada sedikit. Orang-orang yang radikal biasanya
tekstual. Mereka memaknai dalil-dalil sebagaimana bunyi dalil tersebut.
Mereka tidak menganggap suatu teks dalil terikat pada konteks, sehingga
hanya berlaku untuk konteks tertentu. Jadi, bagaimana bunyi sebuah
dalil, itulah yang harus dilaksanakan.

Contohnya soal celana
cingkrang tadi. Nabi mengecam pemakai baju yang panjang menutupi mata
kaki. Maka orang-orang itu memaknainya secara apa adanya, bahwa menutupi
mata kaki itu terlarang. Sedangkan yang memaknainya secara kontekstual
menganggap yang dilarang adalah menyombongkan diri. Konon, memakai baju
yang panjang hingga menutupi mata kaki adalah salah satu bentuk
kesombongan pada masa itu.

Nah, dalam berbagai dalil Quran maupun
hadis ada banyak pernyataan yang bisa dimaknai secara tekstual sebagai
pernyataan permusuhan kepada umat lain, yaitu Kristen dan Yahudi, serta
kafir secara umum. Bahkan ada pernyataan yang bisa berbunyi bahwa umat
Islam boleh membunuh kafir di mana pun mereka menemuinya. Tapi
lagi-lagi, kebanyakan ulama tidak memaknainya demikian. Mereka tetap
memandang konteksnya.

Persamaan antara pemakai cadar dan celana
cingkrang tadi adalah keduanya membaca dalil-dalil teks secara apa
adanya, tanpa mempertimbangkan konteks. Tapi tidak berarti orang-orang
yang tekstual serta merta radikal. Faktanya, ada banyak yang begitu
ketat melaksanakan sunah, tapi tidak memandang umat lain sebagai musuh.

Tegasnya,
cadar dan celana cingkrang tidak serta merta menandakan radikalisme.
Yang bercadar dan cingkrang belum tentu radikal. Sebaliknya, ini yang
perlu diperhatikan, ada banyak orang radikal, yang memusuhi umat lain,
bahkan memusuhi sesama umat Islam yang berbeda mazhab dengannya, tapi
mereka tidak memakai cadar atau cingkrang.

Apakah Menteri Agama
sadar soal ini? Kalau mau memberantas radikalisme, sepatutnya Pak
Menteri mengkaji dulu persoalan secara mendalam. Jangan sampai mengambil
tindakan yang memicu kontroversi, bahkan justru menguatkan radikalisme.
Bukan rahasia lagi bahwa ada sebagian umat Islam yang memandang
Presiden Jokowi sebagai sosok yang anti-Islam. Tindakan sembrono seorang
Menteri Agama bisa memperkuat pandangan itu. Itu malah jadi bumerang
untuk Presiden.

Menteri Agama harus mengurai dulu berbagai elemen
masyarakat, mengidentifikasi kelompok-kelompok yang ada, baru kemudian
bertindak. Ini adalah kerja besar yang tidak bisa dilakukan hanya dari
mimbar pidato.

Sementara itu, jangan lupa bahwa Kementerian Agama
adalah kementerian terkorup. Korupsi di kementerian pengelola urusan
keagamaan mencerminkan betapa kementerian ini sebenarnya tak patut
mengurus agama. Orang-orang radikal menganggap kementerian ini tidak
perlu dipatuhi, karena justru tidak mempraktikkan ajaran Islam.
Memberantas radikalisme tidak mungkin dilakukan tanpa lebih dahulu
membersihkan Kementerian Agama dari korupsi. Apakah Menteri Agama sudah
punya program pemberantasan korupsi?


This post is ad-supported
 
Learn more about RevenueStripe...