Kamis, 29 Februari 2024

Ngekor Wall Street, Bursa Asia Dibuka Loyo Lagi

 Investors look at computer screens showing stock information at a brokerage house in Shanghai, China September 7, 2018. REUTERS/Aly Song

PT. Equityworld Futures Manado - Mayoritas bursa Asia-Pasifik cenderung melemah pada perdagangan Kamis (29/2/2024), di mana investor masih memasang mode wait and see menanti rilis data inflasi belanja personal Amerika Serikat (AS) dan beberapa data ekonomi penting lainnya.

Per pukul 08:31 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,23%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,33%, ASX 200 Australia turun tipis 0,09%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,56%. Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China naik tipis 0,08% dan Straits Times Singapura menguat 0,17%.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah terkoreksinya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,06%, S&P 500 terkoreksi 0,17%, dan Nasdaq Composite melemah 0,55%.

Wall Street telah berjuang untuk mempertahankan momentum kenaikan dalam beberapa hari terakhir menjelang rilis data inflasi belanja personal (personal consumption expenditure/PCE), setelah reli panjang mencapai puncaknya pekan lalu karena antusiasme terhadap potensi kecerdasan buatan (AI), yang dipicu oleh pendapatan kuartalan Nvidia.

Namun sebelum rilis data inflasi PCE, investor menimbang rilis data perkiraan kedua dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) AS periode kuartal IV-2023.

Semalam, berdasarkan laporan dari Biro Analisis Ekonomi AS (BEA), PDB Negeri Paman Sam pada kuartal IV-2023 direvisi menjadi tumbuh 3,2%, dari sebelumnya pada perkiraan awal sebesar 3,3%.

"Pembaruan ini terutama mencerminkan revisi ke bawah pada investasi inventaris swasta yang sebagian diimbangi oleh revisi ke atas pada belanja pemerintah negara bagian dan lokal serta belanja konsumen," ujar BEA dalam siaran persnya.

Sepanjang 2023, ekonomi Negeri Paman Sam tercatat tumbuh 2,5%, melampaui pertumbuhan sebesar 1,9% pada 2022.

Baca juga : AS Beri Kabar Penting Hari Ini, Harga Emas Bikin Dag Dig Dug

Belanja konsumen, yang menyumbang sekitar 70% aktivitas ekonomi AS, tumbuh dengan kecepatan tahunan sebesar 3% dari Oktober hingga Desember tahun lalu.

Sedangkan belanja pemerintah negara bagian dan lokal meningkat sebesar 5,4% per tahun pada kuartal terakhir di 2023, yang merupakan laju tercepat sejak tahun 2019. Pertumbuhan ekspor juga berkontribusi terhadap pertumbuhan pada kuartal IV-2023.

Hal ini terjadi sebelum pembacaan inflasi PCE yang diawasi ketat pada Januari 2024, di mana data tersebut dijadwalkan untuk dirilis pada malam hari ini waktu Indonesia.

Investor akan mengamati rilis data ini untuk mendapatkan petunjuk masa depan mengenai kesehatan perekonomian dan wawasan mengenai jalur kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga akan berkurang jika data inflasi yang mendasarinya ternyata lebih kuat dari ekspektasi.

Baru-baru ini, pasar memundurkan ekspektasi pelonggaran suku bunga ke pertemuan Juni, menurut FedWatch Tool dari CME.

Berdasarkan perangkat tersebut,pasar yang memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga acuannya di pertemuan 20 Maret mendatang mencapai 97,5%. Hal ini tentunya berkebalikan dari posisi awal tahun ini yang banyak memperkirakan The Fed mulai memangkas suku bunga.

"Sekarang, setelah katalis pendapatan tersebut sudah tidak ada lagi, mungkin akan ada sedikit pelemahan karena sekarang pasar harus memperhatikan lintasan inflasi dan The Fed, apakah itu sesuai dengan retorika atau kebijakan yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," kata Keith Buchanan, manajer portofolio senior di GLOBALT Investments di Atlanta, dikutip dari Reuters.

Selain data inflasi PCE, pasar juga akan memantau rilis data klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 24 Februari,

Konsensus pasar Trading Economics memperkirakan klaim pengangguran mingguan kali ini akan kembali naik menjadi 210.000, dari sebelumnya pada pekan yang berakhir 17 Februari lalu di angka 201.000 klaim.

Jika angka klaim pengangguran kembali naik, maka bisa dikatakan bahwa data tenaga kerja mulai mendingin. Namun, hal ini tidak dapat disimpulkan secara langsung, mengingat masih ada data tenaga kerja lain yang menjadi tolok ukur.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar