PT. Equityworld Futures Manado - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok akhir-akhir ini
kendati laporan keuangan (lapkeu) perusahaan big cap per kuartal
III-2023 terbilang solid. Ini seiring aliran dana investor asing yang
deras keluar (net sell) dari pasar modal dalam negeri.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ambles 1,63% ke 6.642,41 per penutupan perdagangan Rabu (1/11/2023). Posisi penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 23 Juni 2023 atau empat bulan terakhir. Dalam sebulan, IHSG sudah anjlok 3,55% dan sejak awal tahun (Year to Date/YtD) turun hingga 3,04%.
Investor asing berbondong-bondong keluar dari pasar saham Tanah Air selama Oktober di tengah kekhawatiran ketidakpastian ekoomi global dan konflik di Timur Tengah.
Per 31 Oktober 2023, investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) Rp2,59 triliun dalam sepekan dan Rp6,84 triliun di pasar reguler dalam sebulan belakangan.
Saham tiga bank kakap menjadi sasaran jual investor asing dalam periode tersebut.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) misalnya, mengalami net sell Rp2,5 triliun selama sebulan. Kemudian, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) net sell Rp2,4 triliun dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) net sell Rp1,5 triliun.
Baca Juga : Harga Emas Gagal Mengganas Karena The Fed Masih Buat Was-Was
Saham ketiga bank dengan kapitalisasi pasar (market cap) jumbo tersebut juga melemah selama sebulan. Saham BBRI ambles 6,67%, BBCA minus 5,71%, dan BMRI anjlok 6,94% di periode ini. Saham emiten e-commerce dan ojek PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga mengalami net sell Rp685,2 miliar.
Tidak ketinggalan, saham konglomerasi otomotif hingga perkebunan sawit PT Astra International Tbk (ASII) juga membukukan net sell asing Rp477,8 miliar dan harga sahamnya ikut ambles 3,28% dalam sebulan.
Kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS alias US Treasury masih menjadi momok yang menghantui pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Investor terus memperhatikan yield US Treasury, karena imbal hasil berada di dekat level tertinggi dalam beberapa tahun. Kenaikan yield terjadi di tengah kekhawatiran pasar soal kebijakan suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang masih akan tinggi dalam waktu yang lebih lama.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun berada di level 4,912% pada Rabu (1/11). Sebelumnya, yield US Treasury diperdagangkan di atas 5% pada awal pekan lalu, yang mengguncang investor dan memukul bursa saham AS alias Wall Street.
Tidak hanya di pasar saham, arus modal kabur dari Tanah Air juga
terlihat di pasar surat utang atau obligasi dan menyebabkan pelemahan
terhadap rupiah. Kurs rupiah sendiri sudah melemah 8% terhadap dolar AS
(US$) dari titik tertinggi di 2023 di awal Mei lalu ke Rp14.665/US$.
Sedangkan, sepanjang tahun ini, rupiah melemah 2,42%.
Dalam empat minggu terakhir, dana asing telah keluar dari Indonesia dengan total hampir Rp20 triliun dengan dominasi capital outflow dari Surat Berharga Negara (SBN) hampir Rp19 triliun.
Kepemilikan investor asing terhadap SBN Indonesia pada Januari 2023 tercatat sebesar 15,10% dan mengalami peningkatan menjadi 15,51% pada Juni 2023. Namun sikap bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang masih membuka kesempatan menaikkan suku bunganya membuat pasar bergejolak dan akhirnya kepemilikan asing terus mengalami penurunan.
Investor asing pada 23 Oktober 2023 tercatat menurun 0,83 percentage point menjadi 14,68% dengan dominasi 17,66% di Surat Utang Negara (SUN) dan hanya 1,62% di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Konflik Israel-Hamas Palestina di jalur Gaza juga masih menjadi perhatian pelaku pasar global.
Rapor Keuangan Big Cap Positif
Kinerja
keuangan perusahaan raksasa yang positif tampaknya belum bisa berbuat
banyak untuk mendongkrak kinerja IHSG saat ini. 'The big four' perbanak
RI, misalnya, sukses mencetak pertumbuhan top line dan bottom line
selama 9 bulan di tahun ini.
Bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatatkan kinerja yang positif pada kuartal III-2023. Mengutip publikasi laporan keuangan di media massa, BRI membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp43,99 triliun, naik 12,35% secara tahunan (yoy).
Perolehan laba tersebut tidak terlepas dari pendapatan bunga (dan syariah) bersih yang tumbuh 4,86% menjadi Rp101,20 triliun pada kuartal III-2023. Seiring dengan peningkatan tersebut, beban bunga BRI juga membengkak menjadi Rp30,69 triliun dari yang setahun sebelumnya Rp18,74 triliun.
Kemudian, bank pelat merah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menorehkan laba bersih secara konsolidasian sebesar Rp 39,06 triliun menjadi 27,44% yoy hingga September 2023. Hal ini didorong oleh laju pertumbuhan aset seiring dengan kenaikan portofolio kredit.
Pendapatan bunga dan syariah bersih BMRI mencapai Rp71,86 triliun atau meningkat 12,31% secara tahunan per kuartal III tahun ini.
Lebih lanjut, emiten perbankan milik keluarga Hartono, Bank Central Asia atau BCA, mencatatkan laba bersih perusahaan dan entitas anak mencapai Rp36,42 triliun hingga akhir kuartal III-2023. Catatan laba tersebut naik 25,78% dibandingkan dengan capaian dalam sembilan bulan pertama tahun sebelumnya.
Dari sisi top line, pendapatan bunga dan syariah bersih naik 21,24% secara tahunan menjadi Rp 55,71 triliun dengan pendapatan selain bunga tumbuh 9,7% menjadi Rp 18,3 triliun.
Tidak ketinggalan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk Rp 15,75 triliun hingga kuartal III-2023. Angka tersebut naik 15,05% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 13,69 triliun.
Perbaikan kinerja bottom lineini terjadi seiring dengan naiknya pendapatan bunga bersih perusahaan yang hingga akhir September 2023 tercatat senilai Rp 31,14 triliun, atau naik 3,10% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Big cap tradisional bursa lainnya, raksasa telekomunikasi BUMN PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) juga meraih kinerja positif.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk TLKM mencapai Rp 19,5 triliun pada kuartal III-2023. Angka ini naik 17,59% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 16,58 triliun.
Naiknya laba bersih TLKM ditopang oleh kenaikan pendapatan sebesar Rp 111,23 triliun per 30 September 2023 atau naik 2,17% dari sebelumnya sebesar Rp 108,87 triliun per 30 September 2022.
Raksasa Astra (ASII) juga mengalami kenaikan laba bersih tahun berjalan sebesar 10,12% secara tahunan (yoy) sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2023.
Merujuk pada laporan keuangannya, laba emiten grup Astra ini per September 2023 tercatat sebesar Rp 25,69 triliun.Pada periode yang sama tahun lalu, perseroan membukukan laba sebesar Rp23,33 triliun.
Dari sisi top line, Perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 240,91 triliun. Angka ini naik 8,83% secara tahunan (yoy).Sementara itu beban pokok penjualan ikut terkerek 10,14% yoy ke Rp187,32 triliun.
Pendapatan didominasi oleh segmen otomotif sebesar Rp 99,16 triliun serta alat berat dan pertambangan sebesar Rp 97,59 triliun untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada tanggal 30 September 2023.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar