Kamis, 16 November 2023

Gokil! UMP Jakarta Pernah Naik 49%, Tahun Ini Berapa?

 Demo ratusan buruh tuntut UMP 2024 naik 15% di kawasan Patung Kuda, Jakarta. (CNBC Indonesia/Rosseno Aji Nugroho)

PT. Equityworld Futures Manado - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada hari ini, Jumat (17/11/2023) rencananya akan melaksanakan sidang Dewan Pengupahan untuk menentukan nilai upah minimum provinsi (UMP) untuk 2024 mendatang.

Menurut peraturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) penetapan ketentuan upah minimum selambat-lambatnya dilaksanakan 40 hari sebelum berlakunya upah minimum, yakni tiap tanggal 1 Januari.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan upah DKI Jakarta terakhir melesat pada 2013 lalu. Waktu itu, UMP melonjak hingga 43,87% secara tahunan menjadi Rp2,2 juta. Bila dinominalkan, angkanya lebih dari Rp 700 ribu.

Jika dilihat ke belakang, kenaikan UMP Jakarta tertinggi di DKI Jakarta terjadi di era Gubernur Sutiyoso pada 2000, dengan kenaikan sebesar 49,03%. Sementara, pertumbuhan UMP paling rendah terjadi pada 2021 lalu yang hanya tumbuh 3,49%.

Kenaikan fantastis pada 2013 lalu sempat memicu banyak pengusaha keberatan lantaran kondisi keuangan perusahaan yang dinilai tak mampu untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Buntut dari hal tersebut kemudian terjadi sekitar sembilan hari setelah berlaku UMP 2013, dimana ada 46 perusahaan yang disetujui oleh Disnakertrans DKI Jakarta untuk menangguhkan pelaksanaan UMP 2013, dengan catatan perusahaan telah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, seperti mendapatkan persetujuan serikat pekerja dan menunjukkan laporan keuangan yang merugi selama dua tahun beruntun.

Baca Juga : Investor Ramai-Ramai Borong Emas! Harganya Terbang 1% Lebih

Namun, besarannya tak boleh lebih kecil dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang sudah ditetapkan, besaran KHL pada 2013 DKI Jakarta diketahui sebesar Rp1,97 juta. Hal tersebut dinyatakan oleh Hadi Broto yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta.

Sebagai catatan juga, pada waktu itu Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi untuk periode 2009 - 2014. Dalam masa jabatannya, tahun 2013 menjadi tonggak sejarah tertinggi untuk kenaikan UMP DKI Jakarta.

Kemudian beralih pada 2021 lalu yang merupakan pertumbuhan UMP paling rendah yakni hanya 3,49% menjadi Rp4,41 juta. Peningkatan UMP yang rendah disinyalir akibat efek pandemi Covid-19 pada waktu itu masih berlarut-larut.

Pada 2021 lalu masih banyak sektor yang terdampak pandemi, bahkan dengan kenaikan UMP yang rendah pemerintah masih memberikan keringanan bagi beberapa perusahaan yang terdampak untuk diperbolehkan menggunakan besaran UMP 2020.

Menurut kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta Andri Yansyah, badan usaha yang terdampak seperti mal, perdagangan, ritel, hotel, pariwisata, dan properti diperbolehkan untuk tetap menggunakan besaran UMP tahun 2020.

Membahas UMP DKI Jakarta, pada 2022 juga sempat menjadi polemik dan perlu menjadi catatan. Pasalnya besarnya upah sempat naik turun dari Rp4,4 juta ke Rp4,6 juta lalu turun lagi ke Rp4,5 juta.

Persoalan bermula ketika terjadi unjuk rasa oleh massa buruh yang meminta kenaikan upah karena kenaikan UMP hanya Rp37 ribu atau naik 0,85% saja ke Rp4,46 juta. Saat itu buruh menuntut UMP supaya bisa naik hingga 10% dari UMP sebelumnya.

Hal tersebut kemudian direvisi oleh Anies Baswedan yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menjadi naik 5,1% dari sebelumnya 0,85% ke posisi Rp4,64 juta. Akan tetapi, revisi kenaikan UMP tersebut malah digugat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang tak terima dengan keputusan Anies karena mereka merasa tak dilibatkan dalam penetapan kebijakan tersebut.

Mereka melayangkan gugatan kepada Anies di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Anies kemudian dibawa ke pengadilan atas Kepgub Nomor 1517 Tahun 2021 tentang UMP Tahun 2022. Hasil akhir PTUN akhirnya menurunkan besaran UMP 2022 menjadi Rp4,5 juta karena adanya disparitas antara besaran kenaikan UMP dan inflasi.

Namun, pemprov DKI Jakarta masih merasa keputusan tersebut tak sesuai harapan, akhirnya mereka mengajukan aju banding. Akan tetapi. aju banding atas UMP Rp 4,6 juta itu akhirnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

Akhirnya, persoalan berakhir setelah PTTUN menolak banding dengan keputusan final UMP untuk periode 2022 tetap di Rp4,5 juta dan Pemprov DKI Jakarta menerima putusan itu.

Secara lebih rinci berikut pergerakan UMP DKI Jakarta selama kurang lebih 10 tahun terakhir :

​​

CNBC INDONESIA RESEARCH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar