PT. Equityworld Futures Manado - Harga batu bara terus terseok, menyentuh level terendah dalam 28 bulan atau sejak 16 Juni 2021. Amblesnya harga pasir hitam disebabkan oleh China dan India yang menahan permintaan dan Indonesia sebagai penentu pasokan global.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember ditutup di posisi US$ 122,25 per ton atau ambruk 2,78% pada perdagangan Senin (6/11/2023).
Penurunan ini membawa batu bara jatuh ke bawah level psikologis US$130 per ton, sehingga
memungkinkan menjebol level harga US$120. Ini juga menjadi sentimen
kejatuhan harga batu bara ke depan dan kemungkinan berakhirnya tren
harga batu bara tinggi.
Koreksi harga pasir hitam terjadi seiring dengan lemahnya permintaan batu bara termal di pasar Asia. Seperti diketahui, dua negara produsen dan konsumen batu bara terbesar dunia yaitu China dan India yang berkontribusi 60-70% dari global.
Melansir S&P Global Commodity Insight, China sebagai pusat manufaktur dunia diperkirakan akan kembali menahan permintaan batu baranya sebagai langkah berhati-hati dari para pembeli. Hal serupa telah dilakukan China pada pekan sebelumnya.
Selain itu, penurunan harga domestik di Tiongkok kemungkinan akan membebani pasar sehingga membatasi aktivitas perdagangan. Negeri Tirai Bambu tercatat mengalami inflasi sebesar 0% periode September.
Baca Juga : Harga Emas Jatuh! Tenang Masih Bisa Tembus US$ 2.000 Asal….
Hari ini, Selasa (7/11/2023), China akan merilis data ekspor-impor hingga neraca dagangnya. Neraca dagang China September tercatat sebesar US$77,71 miliar dari US$82,67 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara konsensus memperkirakan akan terjadi kenaikan neraca dagang China menjadi US$81,95 miliar dan semakin memperpanjang tren surplusnya.
Ekspor dari China pun diproyeksikan masih rendah meski mulai ada perbaikan yakni terkontraksi 3,1% yoy dari periode sebelumnya yang kontraksi 6,2% yoy. Begitu pula dengan impor yang masih cukup rendah namun diekspektasikan lebih baik yakni kontraksi 5,4% yoy dari periode sebelumnya kontraksi 6,2% yoy
Pekan ini, China akan merilis data inflasi bulan Oktober pada Kamis (9/11) pukul 08.30 WIB. Perkiraan konsensus yang dikutip dari Trading Economics menunjukkan laju harga China periode Oktober akan bertumbuh negatif atau mengalami deflasi sebesar 0,1%.
Data neraca dagang dan inflasi ini akan menjadi cerminan dari perkembangan ekonomi China sekaligus proyeksi permintaan batu bara Tiongkok.
Kekhawatiran penurunan harga di China menjadi sinyal pelaku pasar terkait perekonomian dan kebutuhan pembangkit listrik untuk industri melambat. Artinya, kebutuhan batu bara juga akan menurun.
India, importir batu bara terbesar kedua di dunia, diperkirakan juga masih menahan permintaannya untuk mencegah lonjakan harga yang lebih tinggi. Di sisi lain, strategi India mendapat harga murah dengan membeli batu bara Rusia yang tidak termasuk dalam indeks Newcastle.
Melansir Reuters, Perusahaan Steel Authority of India ingin meningkatkan pembelian batu bara dari Rusia karena harga yang lebih murah dan mengharapkan empat pengiriman, masing-masing berkapasitas 75.000 ton, pada kuartal-IV 2023, kata Amarendu Prakash kemarin.
India yang mengambil batu bara Rusia akan mengurangi permintaan global, sehingga aksi ini dapat menahan laju harga. Sebagai catatan, Rusia telah diasingkan beberapa negara yang membela Ukraina, sehingga permintaan dari negara ini menjadikan adanya tambahan pasokan global yang akan menahan kenaikan harga.
Penentu harga batu bara akan bergantung dengan tingkat pasokan dari Indonesia. Indonesia mempunyai ruang yang luas untuk meningkatkan produksi selama harga cukup tinggi untuk menyeimbangkan pasar global, kata analis komoditas, Echeverri yang dikutip dari Montel.
"Indonesia dan Tiongkok adalah penggerak" keseimbangan pasokan dan permintaan, seorang analis setuju, dan menambahkan: "Arbitrase antara keduanya akan menentukan harga global."
CNBC INDONESIA RESEARCH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar